Thursday, August 30, 2007

Humor Sufi

NASRUDIN MEMANAH

Sesekali, Timur Lenk ingin juga mempermalukan Nasrudin. Karena Nasrudin cerdas dan cerdik, ia tidak mau mengambil resiko beradu pikiran. Maka diundangnya Nasrudin ke tengah-tengah prajuritnya. Dunia prajurit, dunia otot dan ketangkasan. "Ayo Nasrudin," kata Timur Lenk, "Di hadapan para prajuritku, tunjukkanlah kemampuanmu memanah. Panahlah sekali saja. Kalau panahmu dapat mengenai sasaran, hadiah besar menantimu. Tapi kalau gagal, engkau harus merangkak jalan pulang ke rumahmu." Nasrudin terpaksa mengambil busur dan tempat anak panah. Dengan memantapkan hati, ia membidik sasaran, dan mulai memanah. Panah melesat jauh dari sasaran. Segera setelah itu, Nasrudin berteriak, "Demikianlah gaya tuan wazir memanah." Segera dicabutnya sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Masih juga panah meleset dari sasaran. Nasrudin berteriak lagi, "Demikianlah gaya tuan walikota memanah." Nasrudin segera mencabut sebuah anak panah lagi. Ia membidik dan memanah lagi. Kebetulan kali ini panahnya menyentuh sasaran. Nasrudin pun berteriak lagi, "Dan yang ini adalah gaya Nasrudin memanah. Untuk itu kita tunggu hadiah dari Paduka Raja." Sambil menahan tawa, Timur Lenk menyerahkan hadiah Nasrudin.

MANIPULASI DESKRIPSI
Nasrudin kehilangan sorban barunya yang bagus dan mahal. Tidak lama kemudian, Nasrudin tampak menyusun maklumat yang menawarkan setengah keping uang perak bagi yang menemukan dan mengembalikan sorbannya. Seseorang protes, "Tapi penemunya tentu tidak akan mengembalikan sorbanmu. Hadiahnya tidak sebanding dengan harga sorban itu." "Nah," kata Nasrudin, "Kalau begitu aku tambahkan bahwa sorban itu sudah tua, kotor, dan sobek-sobek."

TIMUR LENK DI DUNIA

Timur Lenk masih meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya. "Nasrudin! Kalau setiap benda yang ada di dunia ini ada harganya, berapakah hargaku ?" Kali ini Nasrudin menjawab sekenanya, tanpa banyak berpikir. "Saya taksir, sekitar 100 dinar saja" Timur Lenk membentak Nasrudin, "Keterlaluan! Apa kau tahu bahwa ikat pinggangku saja harganya sudah 100 dinar." "Tepat sekali," kata Nasrudin. "Memang yang saya nilai dari anda hanya sebatas ikat pinggang itu saja."

TIMUR LENK DI AKHIRAT
Timur Lenk meneruskan perbincangan dengan Nasrudin soal kekuasaannya. "Nasrudin! Menurutmu, di manakah tempatku di akhirat, menurut kepercayaanmu ? Apakah aku ditempatkan bersama orang-orang yang mulia atau yang hina ?" Bukan Nasrudin kalau ia tak dapat menjawab pertanyaan 'semudah' ini. "Raja penakluk seperti Anda," jawab Nasrudin, "Insya Allah akan ditempatkan bersama raja-raja dan tokoh- tokoh yang telah menghiasi sejarah." Timur Lenk benar-benar puas dan gembira. "Betulkah itu, Nasrudin ?" "Tentu," kata Nasrudin dengan mantap. "Saya yakin Anda akan ditempatkan bersama Fir'aun dari Mesir, raja Namrudz dari Babilon, kaisar Nero dari Romawi, dan juga Jenghis Khan." Entah mengapa, Timur Lenk masih juga gembira mendengar jawaban itu.

KELEDAI MEMBACA
Timur Lenk menghadiahi Nasrudin seekor keledai. Nasrudin menerimanya dengan senang hati. Tetapi Timur Lenk berkata, "Ajari keledai itu membaca. Dalam dua minggu, datanglah kembali ke mari, dan kita lihat hasilnya." Nasrudin berlalu, dan dua minggu kemudian ia kembali ke istana. Tanpa banyak bicara, Timur Lenk menunjuk ke sebuah buku besar. Nasrudin menggiring keledainya ke buku itu, dan membuka sampulnya. Si keledai menatap buku itu, dan tak lama mulai membalik halamannya dengan lidahnya. Terus menerus, dibaliknya setiap halaman sampai ke halaman Setelah itu si keledai menatap Nasrudin. "Demikianlah," kata Nasrudin, "Keledaiku sudah bisa membaca." Timur Lenk mulai menginterogasi, "Bagaimana caramu mengajari dia membaca ?" Nasrudin berkisah, "Sesampainya di rumah, aku siapkan lembaran-lembaran besar mirip buku, dan aku sisipkan biji-biji gandum di dalamnya. Keledai itu harus belajar membalik-balik halaman untuk bisa makan biji-biji gandum itu, sampai ia terlatih betul untuk membalik- balik halaman buku dengan benar." "Tapi," tukas Timur Lenk tidak puas, "Bukankah ia tidak mengerti apa yang dibacanya ?" Nasrudin menjawab, "Memang demikianlah cara keledai membaca: hanya membalik-balik halaman tanpa mengerti isinya. Kalau kita membuka-buka buku tanpa mengerti isinya, kita disebut setolol keledai, bukan ?"

Tampak Seperti Wujudmu
Nasrudin sedang merenungi harmoni alam dan kebesaran Penciptanya. "Oh Kekasih Yang Agung, seluruh diriku terselimuti oleh-Mu. Segala yang tampak oleh mataku. Tampak seperti wujud-Mu". Seorang tukang melucu menggodanya, "Bagaimana jika ada orang jelek dan dungu lewat di depan matamu ?" Nasrudin berbalik, menatapnya, dan menjawab dengan konsisten: "Tampak seperti wujudmu."

No comments:

Post a Comment